Joko Sadewo, S.H.,M.H. | Foto : dok. Pribadi |
Menanggapi insiden kecelakaan yang menimpa salah seorang pekerja tambang Migas di wilayah operasional PT. Pertamina EP Zona 4 Adera Field, praktisi hukum Joko Sadewo, S.H.,M.H., menegaskan bahwa perusahaan tersebut harus tanggung jawab secara penuh.
Sebab, menurut advokat yang merupakan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PALI dan Managing Partner di Kantor Hukum J. Sadewo, S.H.,M.H., & Associates itu, sesuai dengan aturan ketenagakerjaan, keselamatan seseorang yang sedang bekerja adalah tanggung jawab perusahaan yang memperkerjakannya.
"Setiap perusahaan, diwakili direksi, bertanggung jawab secara hukum atas setiap kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan tersebut. Normatifnya, pimpinan perusahaanlah yang bertanggung jawab menyelenggarakan keselamatan kerja. Tanggung jawab itu bukan hanya mengenai kerugian yang timbul akibat kecelakaan, tetapi juga memastikan bahwa pekerja yang mengalami cacat atau bahkan meninggal karena kecelakaan mendapatkan semua hak-haknya. Segala upaya perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja karena dampaknya sangat buruk. Bukan saja terhadap buruh yang mengalaminya tapi juga perusahaan," terangnya, Minggu (12/2/2023).
Ditambahkan Josa, panggilan akrab Joko Sadewo. Sesuai UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pengusaha bertugas menyelenggarakan keselamatan kerja. Guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja, pemimpin tempat kerja wajib menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja, baik dalam konteks mencegah kecelakaan kerja, mengatasi kebakaran, dan peningkatan K3, maupun memberi pertolongan pertama ketika terjadi kecelakaan.
"UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan lebih tegas mengatur kewajiban pemberi kerja untuk memberi perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan mental dan fisik pekerja. K3 merupakan hak buruh yang harus dilindungi. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan."
Dalam hal pekerja menjalankan perintah pimpinan untuk melakukan suatu pekerjaan, kemudian mengakibatkan kecelakaan kerja, maka yang bertanggung jawab atas peristiwa itu adalah pihak yang memberi perintah. Buruh tak bertangung jawab secara perdata atau pidana karena menjalankan perintah atasan. “Yang bertanggung jawab ini bisa pemilik perusahaan atau direkturnya karena tidak menerapkan sistem manajemen K3 di perusahaan,” paparnya.
Secara Perdata, imbuhnya, Pasal 1367 BW (KUH Perdata) menegaskan majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-orang itu. Pasal ini membuat majikan tidak bisa lepas tanggung jawab dalam hal terjadi kecelakaan kerja.
"Secara pidana, para pihak yang terkait juga perlu diperiksa, untuk menemukan ada tidaknya unsur kesengajaan (delik dolus) atau kelalaian (delik culva), sehingga menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Jika iya, para pelaku ; baik pimpinan perusahaan maupun pekerja yang turut serta, bisa dijerat Pasal 359 KUHP. Ancamannya pidana penjara maksimal 5 tahun," tegasnya.
Sebagaimana viral diberitakan, insiden kecelakaan yang menimpa Efriyadi (35), warga Desa Raja, Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumsel, terjadi saat ia tengah bekerja di lapangan tambang Migas BNG-04 Desa Benuang, Kecamatan Talang Ubi Kabupaten PALI.
Pekerja di PT. NREM yang merupakan subkontraktor PT. Pertamina Zona 4 Field Adera itu tewas tertimpa Traveling Block Rig NREM-04, pada Jumat (10/2/2023).
Kejadian bermula saat Rig NREM-04 melakukan reparasi di sumur #34. Saat melakukan pengangkatan pipa dari dalam sumur tiba-tiba Treveling Block dengan berat lebih kurang 4 ton tidak berfungsi dan jatuh menimpa pekerja di lantai rig.